Label

Kamis, 27 Februari 2014


Pelukan Reni

Sesuai dengan dugaan ku, Reni pun datang dengan basah kuyup lagi, lalu aku berusaha meredam amarah ku dan membiarkannya masuk ke kamarnya. Aku melihat wajahnya tampak heran karna melihat ku hanya terdiam setelah kedatangannya. Aku hanya terduduk di depan jendela sambil memikirkan kejadian tadi malam. Saat ia dengan beraninya berkata bahwa dia bukan anak kandungku. Jantungku terasa berhenti berdetak mendengar perkataan itu.
Jam sudah menunjukkan jam 7 malam, tapi Reni belum juga keluar dari kamarnya, aku tak bisa berfikir apa yang dilakukannya di dalam kamar karna biasanya sepulang sekolah ia langsung mencium tangan ku dan menceritakan kejadian2 yang terjadi disekolah. Tapi sekarang berbeda, sungguh berbeda.
Suamiku pulang dan menanyakan keadaan Reni. Aku hanya bisa bilang “Dia tidak apa-apa, hanya kelelahan.” Suamiku memang
tidak tau apa yang terjadi, karna kejadian itu terjadi saat suamiku kerja lembur.
Keesokan harinya, aku melihat kamar Reni kosong, aku mengecek lemarinya, ternyata masih ada baju-bajunya. Pikiran jahat itu selalu terngiang di otakku. Tapi aku berusaha berfikir positif mengenai Reni. Ternyata dia sudah pergi duluan saat aku masih tidur, padahal dia masuk sekolah pukul setengah 8.
Aku membereskan tempat tidurnya yang berantakan, ternyata dia menghabiskan waktu dikamar dengan membaca novel-novel percintaan. Sejujurnya ini memang salah ku, aku terlalu mengkekangnya untuk bergaul dengan teman-temannya. Malah aku berkata padanya bahwa ia sudah memakai narkoba pada malam itu. Pantas saja dia menganggap aku adalah ibu tirinya.
Setelah membereskan buku-bukunya yang berantakan, aku menemukan secarik kertas bergambar seorang anak perempuan bersama kedua orangtuanya. Aku hanya tersenyum, tetapi air mataku tak bisa ku bendung lagi saat melihat kalimat yang begitu menyentuhkan hatiku.
Ibu, aku rindu ibu, aku tidak ingin seperti ini terus, Bu. Aku rindu saat kita bercerita bersama, bercanda, menonton film, makan bersama, dan mengusili ayah yang sedang tidur. Aku rindu masa-masa itu Bu. Aku menyesal telah menganggap ibu adalah ibu tiri ku. Aku ingin minta maaf Bu, tapi aku takut. Aku takut Ibu tidak akan memaafkanku dan menamparku lagi. Aku takut Bu. Aku sayang Ibu.
Isak tangisku tak bisa ku tahan, aku meraung seperti anak kecil yang ditinggal orangtuanya. Aku menangis, aku berteriak. Dan terdengar suara azan, aku segera mengambil wudhu untuk melaksanakan solat Zuhur, aku memilih untuk solat dikamar Reni, setelah solat aku berdoa :
Ya Allah ya Robbi, ampunilah dosa hamba dan dosa anak dan suami hamba. Berikanlah kami hidayah-Mu ya Allah. Dan berilah cahaya terang Mu untuk anak perempuanku satu-satunya. Tuntunlah dia ke jalan Mu ya Rabb. Jangan biarkan dia terusik oleh tangan-tangan jahat. Serta lindungilah dia selalu ya Allah. Hamba tidak ingin terjadi apa-apa pada anak hamba yang sangat hamba sayangi ya Allah. Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina azabanar.
Aku mengusap air mata ku, dan melipat telekung serta sajadahku. Saat aku berbalik ke belakang, aku menjatuhkan telekungku, aku  terkejut melihat seorang gadis cantik sedang menangis tak bersuara di depan ku. Ya, dia Reni. Ternyata dia sudah daritadi melihat dan mendengar doaku. Langsung saja aku memeluknya dan dia membalas pelukanku dengan erat. Lalu dia berkata :
“Ibu, maafkan aku Bu, aku tidak ingin menyakiti ibu lagi, aku akan selalu menuruti perintah ibu lagi, aku tidak ingin menentang ibu lagi, ibu adalah ibu kandungku Bu, aku tidak ingin berkelahi dengan ibu lagi. Tolong maafkan aku Bu, aku sangat sayang pada Ibu.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa, mulutku bergetar tak bisa dibuka. Semua tubuh ku menggigil merasakan hangat pelukan anakku yang sudah lama tidak aku rasakan. Tapi di dalam hatiku seribu kali berucap, “Ibu sayang Reni, Ibu sangat sayang pada Reni.”

-------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar