Pelukan
Reni
Sesuai
dengan dugaan ku, Reni pun datang dengan basah kuyup lagi, lalu aku berusaha
meredam amarah ku dan membiarkannya masuk ke kamarnya. Aku melihat wajahnya
tampak heran karna melihat ku hanya terdiam setelah kedatangannya. Aku hanya
terduduk di depan jendela sambil memikirkan kejadian tadi malam. Saat ia dengan
beraninya berkata bahwa dia bukan anak kandungku. Jantungku terasa berhenti berdetak
mendengar perkataan itu.
Jam
sudah menunjukkan jam 7 malam, tapi Reni belum juga keluar dari kamarnya, aku
tak bisa berfikir apa yang dilakukannya di dalam kamar karna biasanya sepulang
sekolah ia langsung mencium tangan ku dan menceritakan kejadian2 yang terjadi
disekolah. Tapi sekarang berbeda, sungguh berbeda.
Suamiku
pulang dan menanyakan keadaan Reni. Aku hanya bisa bilang “Dia tidak apa-apa,
hanya kelelahan.” Suamiku memang
tidak tau apa yang terjadi, karna kejadian itu
terjadi saat suamiku kerja lembur.
Keesokan
harinya, aku melihat kamar Reni kosong, aku mengecek lemarinya, ternyata masih
ada baju-bajunya. Pikiran jahat itu selalu terngiang di otakku. Tapi aku
berusaha berfikir positif mengenai Reni. Ternyata dia sudah pergi duluan saat
aku masih tidur, padahal dia masuk sekolah pukul setengah 8.
Aku
membereskan tempat tidurnya yang berantakan, ternyata dia menghabiskan waktu
dikamar dengan membaca novel-novel percintaan. Sejujurnya ini memang salah ku,
aku terlalu mengkekangnya untuk bergaul dengan teman-temannya. Malah aku
berkata padanya bahwa ia sudah memakai narkoba pada malam itu. Pantas saja dia
menganggap aku adalah ibu tirinya.
Setelah
membereskan buku-bukunya yang berantakan, aku menemukan secarik kertas
bergambar seorang anak perempuan bersama kedua orangtuanya. Aku hanya
tersenyum, tetapi air mataku tak bisa ku bendung lagi saat melihat kalimat yang
begitu menyentuhkan hatiku.
Ibu, aku rindu ibu, aku tidak ingin seperti
ini terus, Bu. Aku rindu saat kita bercerita bersama, bercanda, menonton film,
makan bersama, dan mengusili ayah yang sedang tidur. Aku rindu masa-masa itu
Bu. Aku menyesal telah menganggap ibu adalah ibu tiri ku. Aku ingin minta maaf
Bu, tapi aku takut. Aku takut Ibu tidak akan memaafkanku dan menamparku lagi.
Aku takut Bu. Aku sayang Ibu.
Isak
tangisku tak bisa ku tahan, aku meraung seperti anak kecil yang ditinggal
orangtuanya. Aku menangis, aku berteriak. Dan terdengar suara azan, aku segera
mengambil wudhu untuk melaksanakan solat Zuhur, aku memilih untuk solat dikamar
Reni, setelah solat aku berdoa :
Ya
Allah ya Robbi, ampunilah dosa hamba dan dosa anak dan suami hamba. Berikanlah
kami hidayah-Mu ya Allah. Dan berilah cahaya terang Mu untuk anak perempuanku
satu-satunya. Tuntunlah dia ke jalan Mu ya Rabb. Jangan biarkan dia terusik
oleh tangan-tangan jahat. Serta lindungilah dia selalu ya Allah. Hamba tidak
ingin terjadi apa-apa pada anak hamba yang sangat hamba sayangi ya Allah.
Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina azabanar.
Aku
mengusap air mata ku, dan melipat telekung serta sajadahku. Saat aku berbalik
ke belakang, aku menjatuhkan telekungku, aku
terkejut melihat seorang gadis cantik sedang menangis tak bersuara di
depan ku. Ya, dia Reni. Ternyata dia sudah daritadi melihat dan mendengar
doaku. Langsung saja aku memeluknya dan dia membalas pelukanku dengan erat.
Lalu dia berkata :
“Ibu,
maafkan aku Bu, aku tidak ingin menyakiti ibu lagi, aku akan selalu menuruti
perintah ibu lagi, aku tidak ingin menentang ibu lagi, ibu adalah ibu kandungku
Bu, aku tidak ingin berkelahi dengan ibu lagi. Tolong maafkan aku Bu, aku
sangat sayang pada Ibu.”
Aku
tidak bisa berkata apa-apa, mulutku bergetar tak bisa dibuka. Semua tubuh ku
menggigil merasakan hangat pelukan anakku yang sudah lama tidak aku rasakan.
Tapi di dalam hatiku seribu kali berucap, “Ibu sayang Reni, Ibu sangat sayang
pada Reni.”
-------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar